Indikator Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak

Awak Media











Indikator Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak
Indikator Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak


Indikator Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak



Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan dimaksudkan sebagai pedoman serta memberikan keseragaman langkah dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2). Surat edaran ini juga bertujuan untuk:




  1. Meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan;

  2. Memberikan keseragaman langkah dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan;

  3. Meningkatkan kualitas pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa;

  4. Meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak; dan

  5. Meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan.



Sebagai Wajib Pajak di Indonesia yang menerapkan self assessment system dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban pajaknya tentunya kita perlu mempersiapkan diri jika suatu saat DJP melakukan pemeriksaan untuk mengawasi kepatuhan kita dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.



Tidak semua Wajib Pajak berpotensi diperiksa oleh DJP. Ada variabel yang digunakan dalam penentuan Wajib Pajak yang akan menjadi Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3), diantaranya adalah:



1. Indikasi Ketidakpatuhan Tinggi (adanya tax gap)



Indikasinya yaitu adanya kesenjangan (gap) antara profil perpajakan (profil berdasarkan SPT) dengan profil ekonomi sebenarnya. Profil ekonomi yang sebenarnya diketahui dari berbagai sumber baik dari data internal, eksternal, maupun pengamatan di lapangan.


Indikasi ketidakpatuhan Wajib Pajak dibedakan antara Wajib Pajak yang dilakukan oleh 35 UP2 Penentu Penerimaan dengan Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama.



a. Indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak pada 35 UP2 Penentu Penerimaan antara lain:




    • Analisis Corporate Tax to Turnover Ratio (CTTOR), Gross Profit Margin (GPM), dan/atau Net Profit Margin (NPM) dibandingkan dengan benchmarking industri sejenis, seperti berdasarkan laporan industri (industrial report) atau hasil benchmarking sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai benchmarking. Risiko ketidakpatuhan tinggi apabila selisih antara analisis tersebut dengan rata-rata industri lebih besar dari 10%;
    • Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, terutama dengan pihak afiliasi yang berkedudukan di negara yang memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah dari tarif pajak efektif di Indonesia;
    • Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intra-group transaction) dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari total nilai transaksi;
    • Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian;
    • Wajib Pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes) dalam 3 tahun terakhir;
    • Wajib Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25% dari total Faktur Pajak yang diterbitkan dalam satu Masa Pajak; dan/atau
    • Terdapat hasil analisis, informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) dan/atau Center for Tax Analysis (CTA).




b. Indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama


Indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama perlu dibedakan antara Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi.


I. Indikator Ketidakpatuhan Wajib Pajak Badan antara lain:




    • Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT;

    • Wajib Pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes) selama 3 tahun terakhir;

    • Analisis CTTOR, GPM, NPM dibandingkan dengan hasil benchmarking industri sejenis di Kanwil terkait sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai benchmarking. Risiko ketidakpatuhan tinggi apabila selisih antara analisis tersebut dengan rata-rata industri lebih besar dari 20%;

    • Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan profil ekonomi (usaha dan kekayaan) sesungguhnya berdasarkan fakta lapangan;

    • Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, terutama dengan pihak afiliasi yang berkedudukan di negara yang memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah dari tarif pajak efektif di Indonesia;

    • Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intra-group transaction) dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari total nilai transaksi;

    • Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian;

    • Wajib Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25% dari total Faktur Pajak yang diterbitkan dalam satu Masa Pajak; dan/atau

    • Terdapat hasil analisis IDLP dan/atau CTA.








II. Indikator Ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi antara lain:




    • Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT;
    • Wajib pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak selama 3 tahun terakhir;
    • Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan:


      1. Skala usaha Wajib Pajak
      2. Harta Wajib Pajak (investasi, kepemilikan saham, dll);
      3. Gaya hidup Wajib Pajak;
      4. Profil pinjaman Wajib Pajak.






    • Terdapat hasil analisis IDLP dan CTA


2. Indikasi Modus Ketidakpatuhan Wajib Pajak





  • Wajib Pajak tidak melaporkan omset yang sebenarnya;

  • Wajib Pajak membebankan biaya yang tidak seharusnya;

  • Modus ketidakpatuhan Pajak Pertambahan Nilai;

  • Wajib Pajak yang melakukan perencanaan pajak agresif;

  • Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;

  • Wajib Pajak tidak melaporkan nilai pengalihan harta yang sebenarnya dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha, atau;

  • Wajib Pajak tidak melaporkan nilai perolehan atau nilai penjualan yang sebenarnya dalam hal terjadi tukar-menukar harta.




3. Identifikasi Nilai Potensi Pajak



Kepala KPP harus melakukan identifikasi di awal mengenai nilai potensi pajak atas Wajib Pajak yang akan diusulkan untuk menjadi DSP3. Wajib Pajak yang menjadi prioritas adalah yang memiliki potensi pajak besar.



4. Identifikasi Kemampuan Wajib Pajak untuk Membayar Ketetapan Pajak




  • Identifikasi keberlangsungan usaha dan harta yang dimiliki Wajib Pajak berdasarkan SPT;

  • Eksistensi usaha Wajib Pajak (berdasarkan fakta lapangan); dan/atau

  • Penanggung Pajak diketahui keberadaannya.



5. Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak




Sumber TGS AU Partners






Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.